Medan | Timelinenewsidn.com,-Ketegangan memuncak di Kelurahan Belawan Bahari, Kecamatan Medan Belawan, saat PT. Multicon Indrajaya Terminal bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang didampingi ratusan aparat Brimob, Polda Sumut, dan Polres Pelabuhan Belawan, melakukan pengukuran lahan. Lahan yang diklaim PT. Multicon Indrajaya Terminal 56.300 m² itu diprotes keras oleh warga, Haji Samsul Bahri, dan Yayasan Muhammadiyah yang menyatakan sebagai pemilik sah. Kamis (23/1/2025)
Sengketa ini menyulut emosi warga karena pengukuran dilakukan di tengah komplik hukum dan pemukiman warga dan yayasan yang mencakup sekolah Muhammadiyah, bahkan saat proses belajar mengajar sedang berlangsung. Haji Samsul Bahri, yang telah memiliki lahan tersebut sejak 2004, menegaskan bahwa klaim PT. Multicon Indrajaya Terminal cacat hukum.
“Surat Mereka Tidak Sah”, Dalam wawancara dengan awak media, Haji Samsul Bahri menyebutkan bahwa dokumen kepemilikan yang dipegang PT Multicon Indramayu Terminal tidak relevan dengan lokasi sengketa. “Surat tanah mereka menunjukkan alamat di Desa Belawan II, sementara tanah yang mereka klaim berada di Kelurahan Belawan Bahari. Ini jelas salah dan tidak sesuai dengan fakta lapangan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Samsul purnawirawan Marinir yang telah mengabdi kepada negara mengungkapkan kejanggalan dalam perubahan alamat dokumen tanah perusahaan. “Mereka tiba-tiba mengubah alamat jadi di Jalan Pelabuhan 1, tanpa ada dasar hukum seperti peraturan daerah atau gubernur. Ini persekongkolan mafia tanah,” ujarnya.
Sementara itu, Sekolah Muhammadiyah Terancam Yayasan Muhammadiyah, yang turut mempertahankan lahan tersebut, juga menolak keras pengukuran oleh BPN. Ketua Muhammadiyah Belawan, H. Saiful Famar, menjelaskan bahwa kehadiran ratusan aparat di area sekolah tidak dapat dibenarkan. “Jika hanya pengukuran, kenapa perlu Brimob dan polisi bersenjata? Ini bukan area konflik, tapi kawasan pendidikan,” katanya.
Saiful menyebut kehadiran aparat mengganggu konsentrasi siswa dan menimbulkan ketakutan di lingkungan sekolah. Ia juga mempertanyakan kenapa BPN tidak berkoordinasi dengan pimpinan pusat Muhammadiyah sebelum bertindak.
Warga Menuntut Keadilan, Aksi warga dalam menolak pengukuran didasarkan pada kekhawatiran akan praktik mafia tanah yang melibatkan pihak-pihak berkepentingan. Mereka mendesak Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Agraria untuk turun tangan menyelesaikan konflik ini.
“Ini bukan pertama kalinya rakyat kecil dirugikan oleh perusahaan besar yang dibantu aparat. Kami hanya meminta keadilan agar tanah kami tidak dirampas,” ujar seorang warga yang ikut serta dalam aksi.
Dokumen Tak Lengkap, Pengukuran Ditunda
Ketegangan yang sempat memanas akhirnya mereda setelah pihak BPN gagal menunjukkan dokumen sah kepemilikan PT Multicon Indrajaya Terminal atas lahan tersebut. Akibatnya, proses pengukuran titik koordinat dihentikan, dan aparat membubarkan diri dari lokasi.
Sengketa ini menjadi simbol perlawanan masyarakat kecil terhadap kekuatan korporasi dan potensi penyalahgunaan wewenang oleh aparat. Warga berharap pemerintah pusat segera mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan konflik ini secara adil dan transparan.
“Tanah ini milik kami. Tidak ada alasan bagi mereka untuk merampasnya,” tutup Haji Samsul Bahri dengan tegas.(Red/Tim)