Jakarta | TimeLineNewsIDN.com,-Pasca penetapan hasil rekapitulasi Pemilu Presiden & Wakil Presiden RI 2024 dengan komposisi Paslon 01 Anies-Amin memproleh suara sebesar 24,95%/40.971.906 suara, Paslon 02 Prabowo-Gibran sebesar 58,59%/96.214.691 suara, dan Paslon 03 Ganjar- Mahfud sebesar 16,47%/27.040.876 suara, masing- masing tim hukum dari Paslon 01 dan Paslon 03 mengajukan gugatan atas keputusan KPU tersebut. Kamis (4/4/2024)
Ketua Tim Hukum Nasional AMIN, Ari Yusuf Amir, mengatakan, dalam gugatan tersebut pihaknya meminta agar pilpres 2024 diulang tanpa mengikutsertakan cawapres 02 Gibran Rakabuming Raka.
Ia menjelaskan, proses pencalonan Gibran sebagai cawapres sudah bermasalah sedari awal, apalagi karena Gibran merupakan anak dari Presiden Joko Widodo yang masih menjabat. Menurutnya hal tersebut berdampak sangat luar biasa._
“Dampak ini yang kami uraikan, bagaimana fakta-fakta yang kami temukan di lapangan, pembagian bansos yang begitu masif, aparat penyelenggara pemilu ikut main, aparat pemerintah ikut main. Itu semua kami uraikan di permohonan.
Jadi seandainya nanti ini diterima sebagai satu argumen yang kuat oleh MK, tentunya kami mengharapkan dilakukan Pemungutan Suara Ulang, tanpa diikuti oleh cawapres 02 yang saat ini dan diganti, silahkan siapa saja. Mari kita bertarung dengan jujur, adil, bebas,”*_ ungkap Ari, di Gedung MK, Jakarta.
“Tim hukum Ganjar Pranowo & Mahfud MD”
1. Kami minta diskualifikasi paslon 02 yang telah didaftarkan dengan melanggar ketentuan hukum dan etika. Hal ini telah dikonfirmasi oleh putusan MKMK dan DKPP;_
2. Kami meminta agar dilakukan pemilu ulang seluruh TPS di Indonesia._
“Berdasarkan hal tersebut, timbul pertanyaan kritis:
a. Apakah mungkin dilakukan diskualifikasi sekaligus pembatalan terhadap rekapitulasi hasil pilpres atas pasangan Prabowo-Gibran?
b. Apakah mungkin dilakukan Pemilu ulang tanpa mengikut sertakan Gibran, maupun paslon 02 secara bersama-sama?_
*Sebelum menjawab pertanyaan diatas kami sampaikan terlebih dahulu landasan Konstitusional Pemilu sebagaimana diatur dalam ketentuan UUD 1945, UU Pemilu dan Peraturan terkait lainnya.*
“Pasal 22 E UUD 1945”
1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali._
2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ***)
Buku Kesatu Ketentuan Umum dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 1 butir 1 dan 3 menyatakan:
(1). Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945._
(3). Presiden dan Wakil Presiden adalah Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945._
Petitum Permohonan dari tim hukum AMIN agar pilpres 2024 diulang tanpa mengikut sertakan Gibran Rakabumi Raka adalah bertentangan dengan ketentuan Pasal 22 E ayat 2 yang pada intinya bahwa Pemilihan Umum untuk Pilpres itu adalah Presiden bersama-sama dengan Wakil Presiden seperti Dwi Tunggal, sehingga tidak dapat dipisahkan satusama lain, demikian juga yang diatur dalam Pasal 1 butir ke 1 dari buku ke 1 Ketentuan Umum dalam Undang-undang no 7 tahun 2017 tentang Pemilu._
Dalil Permohonan dari Paslon 01 yang menyatakan antara lain proses pencalonan Gibran sebagai cawapres bermasalah sejak awal karena Gibran merupakan anak dari presiden yang masih berkuasa_
Fakta-fakta di lapangan adanya pembagian bansos yang masif, aparat penyelengara pemilu dan pemerintah ikut bermain._
Dalil dan petitum dari Permohonan tersebut dikualifikasikan sebagai pelanggaran administratif pemilu, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 460-465 Undang-undang pemilu dan penyelesaian nya menjadi kewenangan dari Bawaslu dan Mahkamah Agung sebagai upaya hukum terakhir.
Ada persoalan seperti “Kompetensi Absolut”, karena bukan merupakan kompetensi dan tupoksi dari Mahkamah Konstitusi yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU.
Berkaitan dengan Petitum dari tim hukum Paslon 01 & Paslon 03 agar dilakukan pemilihan umum ulang di TPS seluruh Indonesia, dapat dilakukan apabila terjadi pelanggaran pemilu secara Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) dengan syarat dan ketentuan, sebagai berikut:
Dengan disparitas suara Paslon Prabowo-Gibran mendapatkan 96.214.691 suara atau 58.59% total suara nasional dengan Anies-Cak Imin 40.971.906 atau 24.95% suara Sementara Paslon nomor urut 3, Ganjar-Mahmud mengantongi 27.040.878 atau 16.47% suara nasional.
Perhitungan tersebut merupakan hasil Rekapitulasi Pemilu 2024 oleh KPU.
Tim Hukum AMIN harus dapat membuktikan selisih 55 Juta suara atau kurang lebih sekitar 275.000 TPS dan Tim Hukum Ganjar-Mahmud harus membuktikan selisih kurang lebih 69 Juta suara atau 345.000 kotak suara
disebabkan oleh adanya pelanggaran Pilpres yang bersifat:
Terstruktur artinya adanya pendayagunaan Aparatur sipil, Penyelengara pemilu, TNI, Polri, Intelijen, pendayagunaan sumber daya, pemanfaatan secara tidak sah terhadap APBN dan bantuan sosial, dll.
Sistematis Pelanggaran yang dilakukan dengan perencanaan yang matang, tersusun dan rapi Contohnya; (pelanggaran sistematis) bisa dibuktikan misalnya berhubungan dengan politik uang, ada rapat-rapat yang bisa dibuktikan dengan dokumen yang membuktikan pasangan calon untuk merencanakan melakukan politik uang.
Pelanggaran Masif adalah dampak pelanggaran bersifat luas pengaruhnya terhadap hasil pemilu dan paling sedikit terjadi di setengah wilayah pemilihan. Sebagai contoh pelanggaran secara masif yaitu pelanggaran atau perbuatan itu terjadi pada lebih dari 50 persen dari jumlah total provinsi yang ada pada saat ini.
Selain daripada pembuktian pelanggaran TSM secara kumulatif, tim hukum Paslon 01 dan Paslon 03 harus menyampaikan alat-alat bukti yang sah berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat atau tulisan, petunjuk, dokumen elektronik, dengan menjelaskan pada TPS mana kecurangan terjadi (locus delicti), kapan terjadinya (tempus delicti) dengan cara apa (modus operandi).
“Kesimpulan”
1. Permohonan paslon 01 dan paslon 03 tentang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), Pilpres ke Mahkamah Konstitusi sangat muskil untuk diterima oleh MK mengingat proses pembuktian adanya pelanggaran pemilu yang bersifat Terstruktur, Sistematis dan Masif sangat sulit dilakukan dan proses pembuktian yang akan melibatkan dokumen sampai dengan ratusan juta copy dan menurut estimasi kami memakan waktu kurang lebih 10 tahun, mengingat Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan yang timbul akibat keberatan terhadap PHPU paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Mahkamah Konstitusi.
Permohonan tim hukum paslon 01 dan paslon 03 kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan rekapitulasi perhitungan suara pilpres secara nasional, para pemohon harus dapat membuktikan dalil-dalil nya, berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan meyakinkan Mahkamah Konstitusi untuk menerima permohonan mereka, bukan berdasarkan narasi, orasi, petisi, maupun demonstrasi yang hebat & memukau
2. Sepanjang pengamatan kami sejak pilpres dari tahun 2004 sampai dengan pilpres tahun 2019 Mahkamah Konstitusi selalu menolak permohonan para pemohon.
3. Pemilihan ulang Pilpres tidak mungkin dilaksanakan mengingat perlu dilakukan amandemen Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, Revisi terhadap Undang-undang Pemilu, peraturan KPU dan Bawaslu, pembentukan dan pengangkatan anggota KPU & Bawaslu yang baru yang diperkirakan tidak akan selesai sampai dengan jadwal pelantikan Presiden dan Wakil Presiden baru, yaitu 20 Oktober 2024, sehingga Jokowi yang akan tetap memegang tampuk pemerintahan serta akan berpotensi menimbulkan diskursus dan konflik politik antar masing-masing pendukung.
4. Setelah putusan Mahkamah Konstitusi seharusnya pihak yang kalah dalam permohonan PHPU tersebut bisa secara ksatria dan sportif menerima kekalahan secara legowo, serta meyakinkan kepada para pendukung & stakeholder pada umumnya untuk bersatu kembali bersama pendukung paslon lain memberikan kontribusi yang signifikan dalam melaksanakan program-program pemerintah yang akan datang, untuk mewujudkan tujuan nasional menuju negara kesejahteraan (Welfare State).
Karena pada saat ini dan di masa yang akan datang, kita tidak hanya akan menghadapi ancaman maupun gangguan dari dalam negeri, dalam semua aspek termasuk juga dari negara-negara asing yang tidak suka dengan program pemerintahan Jokowi khususnya program Hilirisasi yang merugikan negara asing terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa Program tersebut kemudian akan dilanjutkan oleh Prabowo-Gibran.
“REFERENSI”
_*Buku UUD 1945 & Amandemen Terlengkap Formasi Kabinet Kerja -Tim Anugrah_
_*Buku Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019-Tim Legality._
_* Buku Undang-Undang MD3(MPR,DPR,DPD &DPRD)-Pustaka Mahardika_
_*Buku Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Bambang Sutiyoso S.H., M.Hum._
_*Peraturan Bawaslu tahun 2022_