Ketika Krisis Ekonomi Melanda, Pasar Domestik Dikuasai Produk Luar Negeri

banner 120x600

Ilustrator : Google foto Ekonomi

Artikel Oleh : Lili Suheli, ST

Medan | Timelinenewsidn.com- Gejolak ekonomi global yang dipicu oleh dinamika perdagangan internasional semakin menekan industri domestik. Tanpa disadari, pasar dalam negeri kini dibanjiri produk impor, menggeser dominasi industri lokal. Fenomena ini semakin nyata saat momentum Lebaran, di mana daya beli masyarakat mengalami kontraksi signifikan. Data menunjukkan bahwa jumlah pemudik tahun ini juga mengalami penurunan drastis, mencerminkan lemahnya kondisi ekonomi masyarakat.

Salah satu faktor utama yang memperburuk situasi ini adalah meningkatnya angka pengangguran akibat keterbatasan lapangan kerja. Konsekuensinya, tingkat kriminalitas juga cenderung meningkat sebagai dampak sosial yang tak terhindarkan. Di sisi lain, perubahan pola konsumsi masyarakat yang kini lebih mengandalkan transaksi digital turut berkontribusi terhadap pergeseran lanskap perdagangan nasional.

Masyarakat semakin bergantung pada platform e-commerce untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tanpa adanya regulasi ketat yang mengendalikan arus barang impor. Situasi ini mempercepat erosi daya saing industri lokal dan mengubah tradisi perdagangan konvensional yang sebelumnya mengandalkan transaksi tunai di pusat perbelanjaan dan pasar tradisional. Pergeseran ini juga berdampak pada industri ritel nasional. Beberapa perusahaan besar terpaksa gulung tikar akibat ketidakmampuan bersaing dengan produk luar negeri yang membanjiri pasar. Contohnya, Matahari Department Store di Thamrin Plaza Medan yang baru-baru ini mengumumkan kebangkrutan serta melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap seluruh karyawannya.

Selain itu, perang dagang antara negara-negara adidaya seperti Tiongkok dan Amerika Serikat semakin memperumit stabilitas pasar global. Kebijakan proteksionisme, seperti peningkatan tarif bea masuk dan pembatasan ekspor-impor, berdampak pada harga komoditas serta ketersediaan barang di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Dulu, sistem perdagangan lokal menciptakan ekosistem ekonomi yang inklusif, melibatkan berbagai elemen masyarakat—mulai dari pedagang kecil, pengemudi angkutan umum, hingga pekerja sektor informal. Namun, dengan ekspansi besar-besaran produk impor dan akselerasi digitalisasi, industri lokal semakin terpinggirkan. Misalnya, sektor industri kecil seperti pengrajin sandal, sepatu, dan tas di kawasan Sukaramai, Medan, yang dahulu berkembang pesat, kini hampir punah akibat persaingan dengan produk impor yang lebih murah dan lebih masif dalam distribusinya.

Fenomena serupa terjadi di sektor pertanian dan manufaktur. Jika dahulu masyarakat bertani dan beternak secara konvensional dengan semangat gotong royong, kini aktivitas tersebut semakin berkurang seiring dengan hadirnya teknologi agrikultur canggih yang sebagian besar merupakan hasil produksi luar negeri. Bahkan, dalam sektor rumah tangga dan teknologi, dominasi produk impor hampir tidak terbendung, membuat produk-produk lokal sulit bersaing.

Melihat kondisi ini, diperlukan strategi konkret dan kebijakan afirmatif untuk menyelamatkan ekonomi domestik. Pemerintah, melalui Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), akademisi, serta pelaku usaha, harus bersinergi dalam merumuskan kebijakan yang dapat menghidupkan kembali industri nasional. Upaya seperti pemberian insentif fiskal bagi produsen lokal, proteksi terhadap produk dalam negeri, serta penguatan regulasi untuk membatasi arus barang impor secara berlebihan harus segera diimplementasikan.

Tanpa adanya intervensi strategis, dominasi produk luar negeri akan terus menggerus daya saing industri nasional, yang pada akhirnya semakin melemahkan ketahanan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat Indonesia.(Red**)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *