Maraknya Curanmor : Akademisi Muslim Harahap, Saatnya Kolaborasi Polmas dan Pemerintah Daerah Diperkuat, Penegakan Hukum Berbasis Restoratif Perlu Didorong

Artikel Edukasi

banner 120x600
Oleh: Muslim Harahap, SH., MH Akademisi Hukum & Pemerhati Kenakalan Remaja.

MEDAN | TIME LINE NEWS IDN–Kejahatan pencurian kendaraan bermotor (curanmor) telah menjelma menjadi epidemi sosial yang meresahkan. Tidak hanya menimbulkan kerugian materil bagi masyarakat, namun juga menciptakan atmosfer ketidaknyamanan dan ketakutan di ruang publik. Data terbaru dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri mencatat bahwa curanmor masih mendominasi dalam daftar tindak pidana konvensional dengan tren kenaikan signifikan sejak 2023 hingga awal 2025.

Akademisi hukum Muslim Harahap, SH., MH., menyoroti kondisi ini dari perspektif hukum pidana kontemporer. Ia menyebut bahwa fenomena ini tak bisa dipandang semata sebagai urusan kriminal biasa, melainkan telah menjadi indikator adanya kelemahan pada sistem pengawasan sosial, pelibatan masyarakat dalam sistem keamanan lingkungan (community policing), serta ketimpangan pemahaman dan akses terhadap keadilan hukum.

Urgensi Revitalisasi Polmas dan Pendekatan Hukum Responsif

Menurut Muslim Harahap, pendekatan represif dalam penanganan curanmor selama ini masih dominan, sementara strategi preventif berbasis peran serta masyarakat belum maksimal. Ia mendorong revitalisasi program Polisi Masyarakat (Polmas) melalui sinergi aktif antara Babinsa, Bhabinkamtibmas, lurah, kepala lingkungan, dan tokoh masyarakat dalam mengedukasi warga serta mendampingi korban dalam proses hukum.

“Seringkali kita temukan warga korban kehilangan kendaraan kesulitan membuat laporan polisi karena kurang paham prosedur, atau tidak memiliki dokumen lengkap seperti BPKB. Ini ruang bagi Polmas untuk hadir, tidak hanya sebagai pelindung, tapi juga sebagai fasilitator keadilan,” jelas Muslim.

Lebih lanjut, ia menilai perlu ada sistem pendampingan berbasis digitalisasi oleh pemerintah kota melalui kelurahan, untuk mendata kendaraan bermotor milik warga secara real-time, yang terhubung dengan pusat data kepolisian dan kantor pajak kendaraan daerah. Dengan demikian, potensi kendaraan hasil kejahatan untuk berpindah tangan secara ilegal bisa ditekan sejak awal.

Sinergi Antara Kebijakan Fiskal dan Hukum Pidana Materiil

Ia juga menyoroti pentingnya sinkronisasi antara kebijakan fiskal berupa kewajiban pajak kendaraan dan aspek hukum pidana materiil. “Data kendaraan yang belum bayar pajak, tidak diperpanjang STNK-nya, atau berpindah tangan tanpa balik nama, bisa menjadi titik masuk bagi sindikat pencurian untuk memanfaatkan celah hukum. Maka penegakan hukum berbasis forensic auditing dan asset tracing menjadi krusial dalam menjerat pelaku utama,” tambahnya.

Perspektif Hukum Pidana Terkini: Restoratif dan Progresif

Dalam konteks hukum pidana modern, Muslim Harahap juga mengusulkan agar penegakan hukum atas tindak pidana curanmor tidak hanya mengandalkan pendekatan retributif (pembalasan), tetapi juga mempertimbangkan pendekatan restorative justice bagi pelaku remaja yang terlibat untuk pertama kalinya.

“Remaja yang terlibat curanmor, baik sebagai eksekutor atau bagian dari jaringan, harus dibedakan penanganannya. Kalau tidak, mereka justru akan menjadi residivis sistemik. Kita butuh perangkat hukum progresif yang adil namun edukatif,” jelasnya.

Ia menyebut Pasal 480 KUHP tentang penadahan serta Pasal 363 KUHP tentang pencurian sebagai pasal kunci dalam penanganan curanmor, namun harus diperkaya dengan implementasi Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), serta Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Mendorong Penertiban dan Sweeping Terarah untuk Cegah Kenakalan Remaja

Muslim juga menggarisbawahi pentingnya regulasi jam malam yang adaptif untuk membatasi mobilitas remaja di luar waktu yang wajar. Ia menyarankan adanya operasi simpatik malam yang dilakukan secara humanis namun terukur, melibatkan tokoh masyarakat dan petugas terpadu.

“Bukan razia brutal, tapi patroli partisipatif. Fokus pada edukasi, bukan intimidasi. Hal ini penting untuk cegah keterlibatan remaja dalam tindak pidana seperti narkoba, geng motor, tawuran, hingga curas dan curanmor,” tegasnya.

Reformasi Kultural dan Kelembagaan Sebagai Kunci

Terakhir, Muslim Harahap menegaskan bahwa dalam membangun public order dan social resilience, dibutuhkan reformasi kultural dan kelembagaan yang simultan. Program pendidikan murah, keterampilan berbasis teknologi tepat guna, hingga pembukaan lapangan kerja produktif adalah pilar penyangga dari sistem penegakan hukum yang efektif.

“Kalau kita ingin membangun Generasi Emas 2045, maka hukum tidak boleh hanya menjadi alat penghakiman, tapi harus hadir sebagai ruang pembinaan, pemberdayaan, dan perlindungan yang setara bagi setiap warga negara,” pungkasnya.

Catetan Redaksi : Artikel ini menjadi refleksi penting bahwa kejahatan jalanan seperti curanmor tak bisa diberantas hanya dengan senjata dan borgol. Ia menuntut strategi kolaboratif, tata kelola digital, serta kebijakan hukum yang holistik dan berpihak pada pencegahan serta keadilan sosial.(Red**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *