Kepsek SMA Negeri 1 Mesuji Makmur Diduga Potong Dana Sertifikasi Guru dan PIP, Desakan Pencopotan Mencuat

Dugaan Pungli

banner 120x600
Foto : Kepsek Huzaini SMA Negeri 1 Mesuji Makmur. (Timelinenewsidn/Ist)

OKI (Sumsel) | Timelinenewsidn.com,–
Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh dugaan praktik pungutan liar (pungli) di lingkungan SMA Negeri 1 Mesuji Makmur, yang terletak di Desa Cahaya Mas, Kecamatan Mesuji Makmur, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Nama Kepala Sekolah Huzaini menjadi sorotan utama atas dugaan pemotongan dana sertifikasi guru dan bantuan sosial Program Indonesia Pintar (PIP) untuk siswa.

Menurut informasi yang dihimpun dari sejumlah sumber internal, pemotongan dana sertifikasi dilakukan secara sistematis. Disebutkan, setiap kali pencairan sertifikasi, guru menerima potongan sebesar Rp1.300.000, dengan rincian potongan tambahan Rp300.000 untuk dua tahap sebelumnya. Jika terdapat 15 guru penerima, maka potensi pungutan bisa mencapai puluhan juta rupiah dalam satu triwulan.

“Dana sertifikasi kami tidak diterima penuh. Begitu juga dengan dana PIP siswa yang kerap tidak sesuai nominal aslinya. Potongan dilakukan tanpa kejelasan,” ungkap salah satu sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Tak hanya itu, sejumlah guru yang berhasil lulus dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) juga mengaku dipungut biaya sebesar Rp3.000.000 per orang. Hingga kini belum ada penjelasan resmi terkait dasar penarikan dana tersebut.

Upaya konfirmasi kepada Kepala Sekolah Huzaini dilakukan pada Kamis (17 Juli 2025), namun yang bersangkutan enggan memberikan keterangan apa pun dan memilih bungkam.

Merespons kondisi ini, berbagai elemen masyarakat dan kalangan pendidik mendesak Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan, Inspektorat, serta aparat penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian untuk segera turun tangan mengusut tuntas dugaan pungli yang mencoreng nama dunia pendidikan.

“Kami meminta agar Kepala Sekolah Huzaini dicopot dari jabatannya. Bila terbukti bersalah, harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Dunia pendidikan tidak boleh dikotori oleh praktik seperti ini,” tegas seorang Guru tersebut.

Kasus ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah dan otoritas pendidikan untuk memperkuat pengawasan terhadap penggunaan dana pendidikan, khususnya di daerah pelosok yang rentan terhadap penyimpangan.(Tim)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *