Foto : Kepsek Huzaini SMA Negeri 1 Mesuji Makmur. (Timelinenewsidn/Ist/
OKI, Sumsel | Timelinenewsidn.com,–
Dugaan penyimpangan serius kembali mencuat dari dunia pendidikan di pelosok Sumatera Selatan. SMA Negeri 1 Mesuji Makmur, yang terletak di Desa Cahaya Mas, Kecamatan Mesuji Makmur, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), kini menjadi sorotan tajam. Kepala sekolahnya, Huzaini, diduga menjadi aktor utama dalam praktik pemotongan dana sertifikasi guru dan bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk siswa. Jumat (18/07/2025)
Temuan ini mencuat berdasarkan kesaksian sejumlah sumber internal yang telah lama merasakan ketidakberesan dalam pengelolaan dana pendidikan di sekolah tersebut. Meski para informan memilih identitasnya dirahasiakan demi alasan keamanan, namun informasi yang mereka sampaikan menunjukkan pola yang sistematis dan merugikan.
“Setiap kali dana sertifikasi cair, dipotong sekitar Rp. 300.000,- setahun 2 kali cair, Rp1.300.000 per guru. Dengan asumsi minimal 15 guru penerima, potensi pungli mencapai belasan juta rupiah setiap tahap pencairan,” ungkap salah satu guru senior.
Tak hanya itu, bantuan PIP yang diperuntukkan bagi siswa kurang mampu pun diduga mengalami pemotongan sepihak. Banyak wali murid mengeluhkan bahwa dana yang diterima anak-anak mereka tidak sesuai dengan nominal resmi yang seharusnya ditransfer pemerintah melalui rekening siswa.
Lebih mengejutkan lagi, guru-guru yang baru lulus seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) juga dibebankan “setoran wajib” sebesar Rp3 juta per orang. Tidak ada kejelasan resmi peruntukan dana ini, dan praktik tersebut disebut dilakukan atas instruksi langsung kepala sekolah.
Kepsek Huzaini Pilih Bungkam
Dikonfirmasi pada Kamis, 17 Juli 2025, Huzaini enggan memberikan pernyataan. Ia memilih diam saat disodori pertanyaan terkait dugaan pungli yang menyeret namanya.
Sikap bungkam ini justru memperkuat kecurigaan publik. Sejumlah tokoh masyarakat, guru, dan aktivis pendidikan menilai perlu ada intervensi hukum segera.
“Ini bukan sekadar persoalan internal sekolah, tapi sudah masuk ranah pidana. Potensi pelanggaran UU Tipikor sangat nyata. Kami minta Inspektorat, Kejaksaan Negeri OKI, hingga aparat kepolisian segera bertindak,” ujar Sopiani, aktivis pemantau kebijakan publik di wilayah OKI.
Sopiani menambahkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pungutan tidak sah terhadap dana negara termasuk bentuk korupsi yang dapat dipidana penjara hingga 20 tahun.
Desakan Pencopotan Semakin Menguat
Kondisi ini memicu desakan luas dari para guru dan masyarakat agar Huzaini segera dicopot dari jabatannya. Mereka khawatir jika dibiarkan menjabat hingga masa periode empat tahun ke depan, praktik sejenis akan terus terjadi dan merusak integritas pendidikan di wilayah tersebut.
“Kalau dibiarkan, dunia pendidikan kita akan hancur dari dalam. Ini bukan hanya pelanggaran etika, tapi juga bentuk pengkhianatan terhadap amanah negara. Kami minta Huzaini dinonaktifkan sementara, dan biarkan aparat penegak hukum bekerja,” tegas salah satu guru yang meminta namanya disamarkan.
Penting untuk Dinas Pendidikan dan APH. Kasus ini menjadi cermin lemahnya pengawasan terhadap dana pendidikan di pelosok. Dinas Pendidikan Sumsel perlu mengambil langkah cepat: audit, sidak mendadak, dan kerja sama dengan aparat hukum untuk menyelamatkan citra pendidikan dan memastikan hak guru serta siswa tidak dikorupsi oleh oknum.
Apabila benar terbukti, Huzaini bukan hanya layak dicopot, tetapi juga harus mempertanggung jawabkan perbuatannya di depan hukum.(Tim)