Mengenang September Hitam, Analisis Pelanggaran HAM dan Tanggung Jawab Negara.

TIME LINE NEWS IDN

banner 120x600
Oleh: Lendra (Bobi) Penggiat Hak Asasi Manusia

TIME LINE NEWS IDN.com | Jakarta,-Peristiwa yang dikenal sebagai September Hitam merupakan tragedi kemanusiaan yang menorehkan luka mendalam dalam sejarah bangsa. Peristiwa ini bukan sekadar catatan kelam, tetapi juga bukti nyata adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Indonesia. Selasa (30/9/2025)

Dalam konteks hukum, tragedi tersebut mengandung implikasi serius, negara dituntut untuk memenuhi kewajiban konstitusional dan internasionalnya dalam penegakan HAM. Tulisan ini mengurai dasar hukum, dimensi pelanggaran, serta tanggung jawab negara dalam perspektif konstitusi, undang-undang, dan hukum internasional.

Hak Asasi Manusia sebagai Norma Fundamental

Hak asasi manusia merupakan norma jus cogens, norma fundamental dalam hukum internasional yang tidak dapat diganggu gugat. Dalam konstitusi Indonesia, Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, serta hak untuk tidak diperbudak adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non-derogable rights).

Tragedi September Hitam, yang ditandai dengan kekerasan, penembakan, penghilangan paksa, dan penyiksaan, jelas melanggar hak-hak tersebut. Negara tidak dapat berlindung di balik alasan darurat atau stabilitas nasional untuk membenarkan pelanggaran tersebut.

Landasan Hukum Nasional

Tanggung jawab negara atas tragedi September Hitam memiliki dasar hukum yang kuat:

1. UUD 1945 Pasal 28I ayat (4): Pemajuan, perlindungan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM: Menjamin hak untuk hidup, hak atas rasa aman, serta larangan penghilangan paksa.

3. UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Menyediakan mekanisme hukum untuk mengadili pelanggaran HAM berat.

Dengan kerangka hukum ini, negara berkewajiban melakukan penyelidikan, menuntut pelaku, serta memberikan pemulihan kepada korban.

Dimensi Hukum Internasional

Selain hukum nasional, Indonesia juga terikat kewajiban internasional, ICCPR (UU No. 12 Tahun 2005), Menjamin hak hidup dan kebebasan dari penyiksaan.

Statuta Roma 1998: Meski belum diratifikasi, prinsip universalnya berlaku, bahwa pembunuhan, penyiksaan, dan penghilangan paksa secara sistematis atau meluas terhadap warga sipil merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.Dengan demikian, tragedi September Hitam memenuhi kualifikasi pelanggaran HAM berat baik secara nasional maupun internasional.

Isu Impunitas dan Command Responsibility

Salah satu masalah klasik penegakan HAM di Indonesia adalah impunitas. Banyak pelaku, baik eksekutor maupun aktor intelektual, lolos dari jeratan hukum. Padahal, prinsip command responsibility menegaskan bahwa pimpinan militer atau sipil dapat dimintai pertanggungjawaban jika mengetahui atau seharusnya mengetahui adanya pelanggaran, tetapi gagal mencegah atau menghukum.

Kegagalan menegakkan prinsip ini bertentangan dengan prinsip rechtstaat sebagaimana Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

Pemenuhan Hak Korban

UU No. 39 Tahun 1999 (Pasal 34) dan UU No. 26 Tahun 2000 (Pasal 35) mengatur hak korban atas kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan pemulihan lebih banyak berhenti di wacana, tanpa implementasi nyata.

Daftar Peristiwa September Hitam Pelanggaran HAM di Indonesia

1. Tragedi 1965–1966
Penangkapan, penyiksaan, dan pembunuhan massal terhadap orang-orang yang dituduh terkait G30S/PKI. Ribuan korban meninggal, hilang, dan ditahan tanpa proses hukum.

2. Peristiwa Tanjung Priok 1984
Penembakan terhadap masyarakat sipil saat aksi protes di Tanjung Priok. Puluhan hingga ratusan orang tewas, korban luka, dan penangkapan sewenang-wenang.

3. Kerusuhan Mei 1998
Kekerasan massal menjelang runtuhnya Orde Baru. Ratusan korban jiwa, penghilangan paksa aktivis, serta kekerasan seksual terhadap perempuan.

4. Tragedi Semanggi I & II (1998–1999)
Penembakan mahasiswa dan masyarakat saat aksi reformasi. Korban jiwa termasuk mahasiswa di Semanggi, Jakarta.

5. Tragedi Wasior & Wamena (2001–2003)
Kekerasan aparat terhadap warga sipil di Papua. Dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM.

6. Tragedi Kanjuruhan (1 Oktober 2022)
Gas air mata ditembakkan aparat di Stadion Kanjuruhan, Malang. 135 orang meninggal, ratusan luka-luka.

7. Kasus Ojol Dilindas Brimob (28 Agustus 2025) Korban, Affan Kurniawan, pengemudi ojek online.Dilindas kendaraan taktis Brimob saat aksi di Senayan.

7 anggota Brimob diperiksa, 2 pelanggaran berat, 5 pelanggaran sedang.

Diduga pelanggaran HAM, hak hidup dan rasa aman.Diproses secara etik dan pidana, dalam pengawasan Komnas HAM dan Kompolnas.

Tragedi September Hitam menegaskan adanya pelanggaran HAM berat yang tidak boleh dibiarkan berlalu tanpa penyelesaian. Negara, melalui pemerintah dan aparat penegak hukum, berkewajiban:

1. Melakukan penyelidikan menyeluruh dan independen.

2. Menuntut pertanggungjawaban hukum dari pelaku, termasuk aktor intelektual.

3. Mengadili kasus ini melalui Pengadilan HAM.

4. Memberikan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban dan keluarga.

Penuntasan kasus September Hitam adalah ujian sejauh mana Indonesia konsisten sebagai negara hukum dan anggota komunitas internasional.

Keadilan bagi korban adalah tanggung jawab negara kegagalan menuntaskannya adalah pengkhianatan terhadap konstitusi dan kemanusiaan.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *