DAERAH  

TPA Di Desa Bolang Diduga Ilegal, Di Tarif 300 Ribu Per Truk, KLH Banten Sebut Pelanggaran Pidana

KABAR BANTEN

banner 120x600
Foto : Alat Berat Beco Saat Bekerja di TPA Di Desa Bolang Diduga Ilegal.(TIME LINE NEWS IDN)

Kab. Serang (Banten) | TIME LINE NEWS IDN.com,-Ketika isu pengelolaan lingkungan berkelanjutan terus digaungkan, sebuah ironi mencuat di Kabupaten Serang. Sebuah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Karang Jetak yang berlokasi di Kampung Bolang, RT 01/01, Desa Bolang, Kecamatan Lebak Wangi, diketahui telah beroperasi tanpa izin sejak Juli 2025.

Lebih mencengangkan, lokasi ini disebut menjadi tempat pembuangan sampah dari 11 kecamatan di sekitarnya, meskipun tidak memiliki izin lingkungan yang sah secara hukum.

Kerja Sama Antar Camat Tanpa Dasar Hukum. Dikutip Berdasarkan penelusuran Kilasbantennews, TPA Karang Jetak menjalin kerja sama lintas kecamatan melalui Memorandum of Understanding (MoU) yang melibatkan Kecamatan Cikande, Kibin, Kragilan, Ciruas, Tirtayasa, Baros, Lebak, Tanara, Pontang, Binuang, dan Carenang.

Namun di balik kesepakatan administratif tersebut, muncul pertanyaan serius: di mana dasar legalitasnya, dan siapa yang memberikan izin operasional TPA ini?

Pengakuan Pemilik Lahan,“Para Camat yang Minta,” Risdi, pemilik lahan sekaligus pengelola TPA Karang Jetak, mengaku bahwa penggunaan lahannya sebagai tempat pembuangan sampah merupakan inisiatif para camat.

“Ini tanah saya, Pak. Saya disuruh Camat. Para Camat sampai menangis-nangis sama saya,”ujar Risdi ketika dikonfirmasi, Minggu (05/10/2025).

Pernyataan ini mengindikasikan adanya intervensi pejabat kecamatan dalam pengoperasian TPA yang semestinya tunduk pada regulasi, khususnya terkait izin lingkungan dan standar teknis pengelolaan sampah.

Pembakaran Sampah dan Dugaan Pidana Lingkungan. Lebih lanjut, Risdi juga mengakui adanya pembakaran sampah secara rutin guna menghindari bau. Padahal, praktik ini tegas dilarang oleh undang-undang karena dapat mencemari udara dan membahayakan kesehatan masyarakat sekitar.

Direktur Konsorsium Lingkungan Hidup (KLH) Banten, Ferry Anis Fuad, SH., MH., menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran pidana lingkungan.

“Pembakaran sampah adalah pelanggaran pidana. Tidak bisa ditoleransi. Ini jelas mencemari udara, membahayakan kesehatan, dan melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,”tegas Ferry.

Ia menambahkan bahwa pengelola TPA Karang Jetak juga berpotensi dijerat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, khususnya Pasal 40 hingga 42, dengan ancaman penjara 4–15 tahun dan denda hingga Rp5 miliar, apabila terbukti melakukan pembakaran dan pengelolaan tanpa izin.

Tak Ada SK Bupati, Ada Dugaan Setoran ke DLH.

Ferry juga menyoroti ketiadaan Surat Keputusan (SK) Bupati Serang yang seharusnya menjadi dasar hukum pengelolaan TPA. Hingga kini, tidak ditemukan dokumen resmi yang menetapkan Karang Jetak sebagai TPA legal.

Dari sisi keuangan, dugaan pelanggaran juga mengemuka.Risdi menyebut setiap truk pengangkut sampah dikenakan tarif Rp300.000 per ritase, namun dirinya hanya menerima Rp200.000, sementara Rp100.000 sisanya diduga disetorkan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH).

“Per mobil Rp300 ribu, ke saya cuma Rp200 ribu. Katanya seratus ribu diambil DLH,”ungkapnya tanpa menjelaskan mekanisme pemotongan dana tersebut.

Apabila informasi ini benar, maka praktik tersebut dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan anggaran publik yang melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas keuangan negara.

Belum Miliki Dokumen Resmi. Fakta di lapangan menunjukkan TPA Karang Jetak tidak memenuhi syarat legalitas minimum untuk dapat beroperasi. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, pengelolaan TPA wajib memiliki, Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui sistem OSS,Izin Lingkungan berupa UKL-UPL atau AMDAL, dan Izin Pengelolaan Sampah Padat Kota.

Kepala UPT Pengelolaan Sampah DLH Kabupaten Serang, Istianah, saat dikonfirmasi Senin (06/10/2025), membenarkan bahwa TPA Karang Jetak belum memiliki izin resmi.

Desakan Penegakan Hukum. Kasus ini menjadi ujian serius bagi Pemerintah Kabupaten Serang dan aparat penegak hukum dalam menegakkan aturan lingkungan hidup.

“Kalau dibiarkan, ini bisa jadi preseden buruk. Pengelolaan sampah ilegal bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga ancaman bagi kesehatan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan,” tutup Ferry Anis Fuad.(*tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *