Foto : Salah satu pedagang konter paket spanduk penolakan harga 3 GB Telkomsel. (Timelinenewsidn/Ist/As/dokpri)
Medan | Timelinenewsidn.com,–Gejolak dalam dunia provider telekomunikasi digital Indonesia kembali mencuat. Sepekan terakhir, saham Telkomsel dikabarkan mengalami penurunan tajam di bursa saham, memicu kekhawatiran publik dan pelaku usaha mikro. Fenomena ini disebut-sebut berkaitan erat dengan kebijakan harga terbaru dari Telkomsel, yakni paket data 3 GB yang dibanderol dengan harga Rp35.000,-. Minggu (15/6/2025)
Kebijakan harga ini menuai protes dari para pelaku usaha konter pulsa dan data. Mereka menilai, harga tersebut tidak sebanding dengan nilai dan daya beli pasar saat ini. Akibatnya, banyak konter memilih untuk tidak menjual produk Telkomsel sementara waktu.
“Dengan harga segitu, margin keuntungan kami jadi terlalu kecil. Sementara pembeli, terutama pelajar dan mahasiswa, mulai beralih ke provider lain yang lebih terjangkau,” ungkap Doni, salah satu pedagang konter di kawasan Medan Labuhan.
Menurut laporan CNBC Indonesia (10 Juni 2025), saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), induk dari Telkomsel, sempat menyentuh level terendah dalam enam bulan terakhir, dengan koreksi hingga 4,8% dalam sepekan. Para analis mengaitkan penurunan ini dengan meningkatnya persaingan harga dan lemahnya permintaan paket data di segmen bawah.
Tak hanya itu, laporan Katadata.co.id menyebutkan bahwa “Pasar telekomunikasi Indonesia kini sedang mengalami pergeseran konsumsi, di mana konsumen lebih memilih layanan yang fleksibel dan ekonomis. Jika provider besar seperti Telkomsel tidak cepat beradaptasi, maka ancaman disrupsi sangat mungkin terjadi.”
Kelompok masyarakat berpenghasilan rendah juga mulai kesulitan mengakses layanan internet melalui Telkomsel. “Kami dulu langganan Telkomsel, tapi sekarang terlalu mahal. Terpaksa cari alternatif lain,” ujar Rina, ibu rumah tangga yang anaknya membutuhkan kuota untuk belajar daring.
Para pengamat ekonomi menilai, meski tekanan terhadap saham Telkomsel cukup signifikan, namun tidak serta merta mengarah pada kebangkrutan.
“Telkomsel adalah pemain besar, dengan jaringan luas dan modal yang kuat. Yang mereka butuhkan saat ini adalah evaluasi strategi penetapan harga dan relasi dengan mitra dagang seperti konter-konter kecil,” jelas Arief Sihombing, ekonom dari Universitas Sumatera Utara.
Fenomena ini juga menjadi peringatan bagi semua pelaku industri digital di Indonesia. Dalam dunia yang semakin terkoneksi, harga bukan semata soal nominal, melainkan juga aksesibilitas dan keadilan ekonomi.
Apakah Telkomsel akan bertahan, berbenah, atau justru tergeser? Waktu dan kebijakan mereka ke depan akan menjadi jawaban utamanya.(As).