SEKEPING RINDU DI HALAMAN SEKOLAH YANG SUNYI

Artikel

banner 120x600
Oleh: Lili Suheli
Alumni SMK Swa Bina Karya

Medan | Time Line News Idn-Waktu melaju, tak pernah menunggu. Tapi kenangan, selalu tinggal di tempatnya mengendap di sudut hati, menanti untuk dikenang kembali. Dan pagi itu, saat langkah saya membawa kenangan kembali ke Jalan Pelajar No.1, Pulo Brayan Bengkel, di sanalah hati ini terhenti sejenak. Di hadapan gedung tua yang dulu bernyawa, berdiri SMK Swasta Swa Bina Karya, yang kini tinggal sunyi dan bisu. Selasa (22/4/2025(

Sekolah ini bukan sekadar bangunan. Ia adalah altar masa muda kami tempat kami menggantungkan cita-cita, tertawa, menangis, jatuh cinta, dan jatuh bangun mengeja hidup. Kami datang dengan seragam abu-abu, membawa semangat dan rasa ingin tahu yang membuncah. Dan kami pulang dengan pelajaran yang jauh lebih besar dari sekadar angka-angka di rapor: tentang arti disiplin, perjuangan, dan persahabatan yang tak lekang oleh waktu.

Lapangan yang dulu riuh oleh teriakan anak muda kini berdebu dan sunyi. Di sana dulu kami berlari mengejar bola, berbaris mengikuti upacara, menggemakan nada dari marching band, dan menjalani pelatihan pramuka yang membentuk karakter kami dengan keras namun penuh kasih. Kami diajari untuk mandiri, bertanggung jawab, dan menghargai waktu hal-hal yang kelak menjadi fondasi saat kami melangkah ke dunia yang lebih luas.

Tak bisa dilupakan, para guru kami pahlawan tanpa tanda jasa yang tak hanya mengajar, tetapi mendidik dengan hati. Dengan ketegasan yang dibalut ketulusan, mereka menanamkan nilai-nilai yang hingga kini tetap tumbuh di jiwa kami. Mereka tidak hanya membentuk murid, tapi menciptakan insan. Banyak dari kami yang kini berdiri gagah sebagai abdi negara, tenaga profesional, wirausaha, bahkan pemimpin. Dan semua itu berakar dari bangku-bangku kayu yang pernah kami duduki di ruang kelas sederhana itu.

Indra Utama, seorang sahabat dan alumni yang kebetulan melintasi kawasan sekolah, berkisah dengan nada getir. “Saya berdiri di depan pagar tua itu, dan dada saya seketika sesak. Tak ada lagi suara bel, tak ada lagi canda tawa. Hanya tembok bisu dan lapangan kosong. Tapi di dalamnya, saya melihat bayangan kami dahulu penuh harapan, penuh semangat.” Ucapnya lirih.

Tapi tidak semua telah hilang. Melalui dunia maya, kami para alumni angkatan 1980-an hingga akhir 1998-an kembali saling menggenggam dalam ruang virtual. Grup-grup silaturahmi di media sosial menjadi ruang berbagi cerita, tawa, bahkan duka. Usia boleh menua, rambut boleh memutih, tapi nama-nama lama, wajah-wajah lama, dan kisah-kisah lama tetap hidup dan berkelindan di antara kita.

Kami kini berada di berbagai penjuru—ada yang menetap di Medan, ada yang merantau ke kota-kota besar, bahkan hingga ke luar negeri. Anak-anak kami telah dewasa, menempuh jalan mereka sendiri. Tapi ketika kami berbicara tentang SMK Swa Bina Karya, suara kami serempak, nada kami sama: penuh cinta, penuh syukur.

Sekolah itu telah membekali kami dengan lebih dari sekadar ilmu teknis. Ia membentuk mental, membangun karakter, dan menciptakan keluarga besar yang tak terhapus oleh jarak maupun waktu. Dan meski gedung itu mungkin tak lagi dihuni siswa, kami tahu, di setiap langkah kami hari ini, ada jejak Bina Karya yang menyertainya.

Kini kami bermimpi agar suatu hari, sekolah ini bisa kembali bernyawa. Agar suara bel kembali berbunyi, agar tawa siswa kembali mengisi koridornya, agar generasi baru dapat mencicipi indahnya pendidikan yang kami terima dahulu.

Karena sekolah sejatinya bukan hanya tempat menimba ilmu. Ia adalah tempat menumbuhkan harapan. Dan selama harapan itu masih hidup di hati para alumninya, maka SMK Swa Bina Karya tak pernah benar-benar mati.**

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *