UMKM Cellular, Digilas Aturan di Tengah Derasnya Digitalisasi

Artikel, Agus Syahputra

banner 120x600
Oleh: Agus Syahputra, S.Hi.
Pelaku Usaha Konter Pulsa & Anggota Komunitas Niaga Cellular Indonesia.

Medan | Timelinenewsidn.com,-Dulu, kami yang membuka konter kecil di pinggir jalan disebut sebagai bagian dari revolusi digital. Konter pulsa adalah penggerak ekonomi mikro dan penghubung masyarakat dengan teknologi komunikasi. Kini, perlahan tapi pasti, kami seperti disisihkan. Kami bukan lagi dianggap mitra, melainkan rintangan bagi para raksasa yang ingin menguasai jalur distribusi secara langsung. Sabtu (13/6/2025)

Beberapa bulan terakhir, gelombang kebijakan baru yang digulirkan oleh pemerintah melalui Kominfo dan platform Momondigi serta provider besar seperti Telkomsel, XL, dan Indosat, benar-benar mengguncang keberlangsungan usaha kami.

Aturan-aturan baru itu tampaknya dibuat tanpa memperhitungkan nasib kami yang telah menjadi tulang punggung distribusi pulsa dan kartu SIM selama lebih dari dua dekade.

Kebijakan yang Tidak Ramah UMKM, Ada empat kebijakan utama yang menjadi momok bagi kami:

1. Pembatasan registrasi kartu perdana yang kini dibatasi kuotanya dan hanya bisa diaktifkan maksimal tiga kartu per NIK. Padahal pelanggan kami bervariasi, dari anak sekolah hingga pengusaha kecil yang butuh lebih dari tiga kartu.

2. Penjualan langsung ke pelanggan via aplikasi digital (D2C) yang dipaksakan oleh provider. Ini jelas menggeser peran kami, konter tradisional, yang dulunya menjadi titik pelayanan pertama bagi masyarakat.

3. Verifikasi biometrik via Momondigi, yang membuat proses aktivasi kartu semakin rumit. Konter kecil seperti kami tak punya alat pemindai sidik jari atau kamera biometrik canggih. Akibatnya? Kami tidak bisa lagi melayani penjualan secara cepat dan efisien.

4. Penghapusan insentif dan cashback untuk distributor mikro. Yang bertahan hanya mereka yang berskala besar. Sementara kami, pemain kecil, ditinggalkan tanpa dukungan.


Di Antara Digitalisasi dan Diskriminasi. Saya tidak menolak kemajuan. Digitalisasi adalah keniscayaan. Tapi digitalisasi seharusnya inklusif, bukan elitis. Digitalisasi seharusnya membesarkan yang kecil, bukan hanya membesarkan yang sudah besar. Apakah kami, pelaku UMKM konter, tidak termasuk dalam narasi besar “ekonomi digital nasional”?

Kami bukan pesaing provider. Kami adalah mitra. Tapi saat ini, kami justru menjadi korban dari sistem yang lebih memilih jalur cepat dan praktis, tanpa peduli berapa banyak keluarga yang menggantungkan hidup dari konter kecil.

Harapan Kami: Pemerintah Harus Hadir, Kami tidak minta dimanjakan. Kami hanya ingin kebijakan yang adil. Berikan ruang transisi. Berikan dukungan teknologi, bukan pembatasan. Libatkan kami dalam dialog. Dengarkan suara kami sebelum membuat keputusan besar.

Jika pemerintah dan provider tetap diam dan terus mendorong kebijakan sepihak ini, jangan salahkan jika suatu hari nanti jalanan yang dulunya dipenuhi plang konter pulsa, berubah menjadi deretan ruko tutup yang ditinggalkan.

Kami tak ingin mati pelan-pelan hanya karena sistem menolak keberadaan kami.
Kami ingin hidup dan tumbuh bersama, sebagai bagian dari bangsa yang membanggakan UMKM, bukan yang mengorbankannya demi efisiensi digital.

Digitalisasi sejati adalah ketika semua bisa ikut, bukan ketika sebagian besar ditinggalkan. Pemerintah harus segera turun tangan. Jangan biarkan konter-konter kecil menjadi korban dalam narasi besar yang katanya “kemajuan”.

“Opini ini ditulis sebagai suara dari lapangan, suara dari mereka yang selama ini membangun koneksi masyarakat ke dunia digital dari meja kecil di pinggir jalan”.**

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *